Djoko Suyanto mengatakan patok-patok yang berada di Tanjung
Datuk merupakan hasil dari perjanjian panjang sejak masa Kolonial Belanda.
Menurutnya, hasil dari perjanjian panjang itu menciptakan perjanjian pada tahun 1978 tentang perbatasan Indonesia dan Malaysia, khususnya di wilayah Tanjung Datuk.
"Ini adalah batas wilayah RI dengan Malaysia sesuai perjanjian 1978, itu yang mesti dipahami dan itu adalah hasil kerja keras dari tahun 1973 hingga 1978. Jadi ini ada 156 patok," katanya usai rapat kordinasi di Kantornya, Jalan Merdeka Barat,
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menambahkan, rujukan perjanjian 1978 ini adalah rujukan dari konferensi Belanda dan Inggris sejak masa kolonial. " Itu merupakan perjanjian antara pemerintah kolonial, Belanda dengan Inggris, tahun 1891, tahun 1915 dan tahun 1928," tambahnya.
"Ketiga konferensi ini, inilah yang mengatur perbatasaan, antara Indonesia- Malaysia setelah merdeka," katanya.
Dalam rapat kordinasi ini, dihadiri Menkopolhukam Djoko Suyanto; Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi; Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa; Menteri Pertahanan Purnomo Yusdiantoro; Panglima TNI Laksmana Agus Suhartono dan Pangdam XII/Tanjung Pura Mayjen Geerhan Lantara; Kepala BIN yang diwakilkan Deputi II BIN Agus Putranto dan Bakorsurtanal (Badan Kordinasi Survey Pemetaan Nasioanal) Asep Karsidi melakukan rapat kordinasi soal Wilayah Tanjung Datuk, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.
Dari rapat kordinasi ini bisa dijabarkan bahwa dalam kasus di Tanjung Datuk, ada dua patok perbatasan yang menjadi masalah. Yaitu titik A-01 dan titik A-104. Pada titik A-01 patoknya memang hilang karena abrasi dan dibuatkan referensi point yang baru yang jaraknya 3 meter dari patok yang asli.
Sementara untuk titik A-104 dianggap masyarakat ada dua dan tergeser, padahal yang ditemukan titik yang asli bagian ujungnya patah dan titik yang palsu (namun dianggap asli) adalah hanya bongkahan tempat pengadukan patok yang asli.
Menurutnya, hasil dari perjanjian panjang itu menciptakan perjanjian pada tahun 1978 tentang perbatasan Indonesia dan Malaysia, khususnya di wilayah Tanjung Datuk.
"Ini adalah batas wilayah RI dengan Malaysia sesuai perjanjian 1978, itu yang mesti dipahami dan itu adalah hasil kerja keras dari tahun 1973 hingga 1978. Jadi ini ada 156 patok," katanya usai rapat kordinasi di Kantornya, Jalan Merdeka Barat,
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menambahkan, rujukan perjanjian 1978 ini adalah rujukan dari konferensi Belanda dan Inggris sejak masa kolonial. " Itu merupakan perjanjian antara pemerintah kolonial, Belanda dengan Inggris, tahun 1891, tahun 1915 dan tahun 1928," tambahnya.
"Ketiga konferensi ini, inilah yang mengatur perbatasaan, antara Indonesia- Malaysia setelah merdeka," katanya.
Dalam rapat kordinasi ini, dihadiri Menkopolhukam Djoko Suyanto; Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi; Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa; Menteri Pertahanan Purnomo Yusdiantoro; Panglima TNI Laksmana Agus Suhartono dan Pangdam XII/Tanjung Pura Mayjen Geerhan Lantara; Kepala BIN yang diwakilkan Deputi II BIN Agus Putranto dan Bakorsurtanal (Badan Kordinasi Survey Pemetaan Nasioanal) Asep Karsidi melakukan rapat kordinasi soal Wilayah Tanjung Datuk, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.
Dari rapat kordinasi ini bisa dijabarkan bahwa dalam kasus di Tanjung Datuk, ada dua patok perbatasan yang menjadi masalah. Yaitu titik A-01 dan titik A-104. Pada titik A-01 patoknya memang hilang karena abrasi dan dibuatkan referensi point yang baru yang jaraknya 3 meter dari patok yang asli.
Sementara untuk titik A-104 dianggap masyarakat ada dua dan tergeser, padahal yang ditemukan titik yang asli bagian ujungnya patah dan titik yang palsu (namun dianggap asli) adalah hanya bongkahan tempat pengadukan patok yang asli.
Posting Komentar