Coordinate Management Of Meaning Theory


Coordinate Management Of Meaning Theory ( W.Barnett Pearce & Vernon Croner)
Teori ini digunakan untuk menjelaskan suatu percakapan (kegiatan komunikasi antar dua orang), di mana para pelaku komunikasinya membentuk realitas sosialnya sendiri dengan cara memperoleh pertalian tertentu (coherence), tindakan yang terkoordinasi (coordinating actions), serta pengalaman yang rahasia (experiencing mystery).

Berikut contoh dari Teori CMM :

  1. Content Level :
Dina dan Sigit baru saja menjalani hubungan sebagai sepasang kekasih. Dari hubungan tersebut, sudah barang tentu mereka sering melakukan komunikasi diantara keduanya. Dalam berkomunikasi tersebut sering terjadi ketidakjelasan dari pemaknaan antarpribadi masing – masing, sehingga sering memunculkan konflik – konflik kecil yang cukup menggangu hubungan mereka.
Seperti pada saat keduanya ingin makan malam disuatu warung makan, sesampainya di sana tiba – tiba Sigit tidak masuk melainkan jalan terus tanpa mengkomunikasikannya pada dina, dan hanya berbicara ”Segen ah”. Dina spontan aneh dan kesal pada Sigit, sudah perut lapar dan hampir larut malam kok malah tidak jadi makan. (Sigit bersikap demikian karena merasa tidak nyaman dengan warung makan yang ramai dan antri lama, sedangkan dalam pemikiran dina tidak masalah harus mengantri karena tujuan awalnya kewarung makan tersebut dan apabila mencari warung makan lain akan memakan waktu lebih lama lagi dan belum tentu enak), sehingga terjadi pemakanaan yang berbeda diantara keduanya, semestinya Sigit menjelaskan kepada dina bahwa dia merasa tidak nyaman dengan kondisi tempat makan ramai dan harus antri pula. Sedangkan Dina tidak menangkap sinyal yang diberikan oleh Sigit.
Kasus lain, yang cukup membuat hubungan mereka tidak harmonis adalah perbedaan persepsi dalam cara pandang mereka mengenai kasih sayang. Dina merasa bahwa Sigit kurang memiliki rasa sayang kepada dirinya karena Sigit tidak pernah menunjukkannya baik dari segi ucapan maupun tindakan. Contoh pada saat Sigit meminta Dina untuk datang berkunjung kerumahnya, tetapi Dina tidak memiliki cukup uang untuk transportasi menuju rumah Sigit sehingga minta dijemput pada pukul 15.00 ditempat yang sudah ditentukan. Tetapi dina terjebak macet dan harus turun dari angkot dan berlari ketempat yang ditentukan karena waktu sudah menunjukkan pukul 15.05, namun sesampainya disana dina melihat sesosok Sigit sudah menyalakan kendaraan dan berjalan tanpa menengok kebelakang bahwa Dina sedang mengejar dan berteriak teriak memanggil Sigit. Dina langsung berfikir ”baru telat 10 menit saja sudah ditinggal, sudah tau saya tidak punya ongkos sehingga saya harus berjalan cukup jauh untuk mencapai rumahnya, apa tidak berfikir sejauh itu dia” sehingga dina jadi ragu Sigit memang tidak terlalu merasakan sayang kepada dirinya, dan perasaan itu tumbuh terus bersamaan dengan kasus – kasus lainnya.
Sedangkan Sigit tidak bermaksud bahwa dia meninggalkan dina itu tidak berarti tidak sayang justru dia ingin memberikan pelajaran ke dina bahwa disiplin itu adalah hal yang seharusnya di lakukan jangan mengikuti budaya yang ada yaitu jam karet alias gak tepat waktu atau tidak ontime. Dan hal itu sering terjadi di antara mereka sehingga menimbulkan konflik – konflik dengan hubungan mereka. Di satu sisi dina ingin mendapatkan perhatian ingin mendapatkan kasih sayang tapi Sigit menggangap hal itu gak perlu di ungkapkan karena merasa tak perlu di ungkapkan lagi karena sudah tau sama tau tetapi dina belum mengerti yang di maksud oleh Sigit dan perlu penjelasan dan juga pengungkapan dalam kenyataan seperti lebih berempati dengan menunggu walaupun telat, mestinya Sigit berfikir dina telat karena mungkin ada masalah di jalan atau mungkin karena macet nah di sini karena kekurang mengertian makna di antara keduanya bisa menimbulkan masalah dan ini bisa di golongkan masih dalam content level. Karena masing masing masih belum bisa saling mengerti makna diantara individu-individu masing-masing.

  1. Speech Act Level
Dengan pengalaman kejadian sebelumnya, Sigit dan Dina lebih saling berinstropeksi dan mencoba mengerti pemaknaan masing – masing. Misalkan pada saat ingin makan bersama di suatu rumah makan dengan kondisi ramai dan antri, dan sigit berbicara ”Yah antri lagi”, dinapun langsung mengerti bahwa Sigit tidak nyaman dengan kondisi tersebut.

  1. Episode Level
Dina dan Sigit sering dalam kesehariannya sering berkomunikasi dengan menggunakan media internet atau biasa disebut chatting. Karena intensitas yang sering (rutin) maka banyak bahasa – bahasa yang hanya mereka berdua mengerti dan sering dilontarkan, misalkan dalam pembukaan pembicaraan Sigit selalu ”Ini Ciapa?” yang merupakan sapaan Sigit terhadap Dina, dan ini menandakan keduanya mengerti makna apa yang dimaksud karena sudah menjadi rutinitas mereka dalam berkomunikasi.

  1. Relationship Level
Pada level ini hubungan keduanya antar Sigit dan Dina semakin mendalam dan dalam berkomunikasi dan bertukar makna sudah tidak ada permasalahan dan maknanya makin dalam. Sudah saling mengerti masing masing. Misalkan sahaja di kala mereka mau makan bersama sudah tidak ada lagi permasalahan seperti sebelumnya Sigit dan Dina dah saling mengerti dan tidak timbul konflik.

  1. Life Script Level
Pada tingkatan ini komunikasi benar benar sudah sangat kuat dalam berkomunikasi keduanya sudah tidak timbul masalah sudah saling mengerti dan karena sedemikian kuatnya komunikasi sudah lancar dan tidak timbul konflik. Dan mereka sudah memasuki dunia pernikahan dan sudah merasa saling memiliki each other dan tanpa di katakan pun mereka sudah mengetahui keinginan masing masing.

  1. Cultural Patterns Level
Pada tahap ini adalah level tertinggi sudah tidak ada masalah dan sudah menjadi budaya dalam kehidupan sehari hari di masyarakat.


0 komentar:

Posting Komentar

} HTML,BODY{cursor: url("http://downloads.totallyfreecursors.com/cursor_files/fireorange.ani"), url("http://downloads.totallyfreecursors.com/thumbnails/fireorange.gif"), auto;}