Barangkali, jika Nancy Matthews Elliott menerima saja
pernyataan guru anaknya yang mengatakan si anak berotak udang, mungkin
hari ini tak kan ada lampu pijar yang menerangi dunia. Memang, dalam
sejarah terungkap bahwa pencipta lampu pijar, Thomas Alfa Edison, dicap sebagai anak yang bodoh oleh gurunya.
Saat itu, Nancy-ibunda Edison-sangat marah dan menariknya keluar sekolah. Selanjutnya, Nancy sendiri yang mengajar Edison."Ibuku yang membentukku. Ia begitu setia, memiliki keyakinan pada diriku, dan aku merasa aku memiliki seseorang untuk kuperjuangkan dalam hidup, seseorang yang tidak boleh kukecewakan," sebut Edison dalam sebuah catatan.
Ibu Edison, yang juga seorang guru, kemudian memberikan banyak pelajaran yang ternyata diserap dengan mudah oleh Edison. Ia juga melahap habis beberapa buku ilmiah seperti karya dari R.G. Parker's yang berjudul School of Natural Philosophy dan The Cooper Union. Dari sanalah, ia kemudian gemar melakukan berbagai macam percobaan yang akhirnya mengantarkan dirinya menjadi tokoh dunia dengan seribu lebih inovasi.
Nyaris mirip dengan kisah sang ibu dalam mendorong anaknya agar tetap jadi "orang", Endang Setyati juga mengalami problematika yang tak kalah peliknya-bahkan-mungkin lebih parah. Anaknya-Habibie Afsyah-buah cintanya dengan duda beranak tujuh, Nasori Sugiyanto, sejak lahir mengidap penyakit langka, yang menyerang otaknya hingga lumpuh permanen. "Sejak lahir, fungsi syarafnya terus menurun dan bahkan diperkirakan usianya tidak panjang," kisah Endang tentang anaknya.
Namun, menurut perempuan berjilbab ini, "Anak adalah amanah dari Sang Pencipta, karena itu, apa pun kondisi anak, saya berusaha memberikan yang terbaik."
Mendengar pernyataan itu, sang anak pun menimpali dengan ketulusan, "Terima kasih yang terdalam untuk Mama, yang dengan sabar dan kasih sayang merawat saya yang memiliki keterbatasan. Saya sangat bersyukur dilahirkan melalui rahim seorang Ibu, Endang Setyati."
"Selain hobi main game, ia juga hobi internet-an sedari SMP. Mungkin, karena keterbatasannya itu, ia awalnya menghabiskan banyak waktu hanya dengan main game dan internet."
Keprihatian Endang akan masa depan Habibie membuatnya berpikir, "Apa ya yang bisa dilakukan Habibie supaya besok dia tidak merepotkan orang lain dan bisa mandiri?"
Akhirnya Endang mulai menemukan titik terang sekitar pertengahan tahun 2006. "Saat itu ada penawaran pelatihan internet marketing. Saya pikir, itu mungkin tepat buat anak saya karena memang dia kan sudah sejak lama hobinya main internet," terang Endang.
Maka, Endang pun memasukkan Habibie untuk ikut pelatihan internet marketing untuk belajar dari salah satu pakar internet marketing berbasis amazon.com, Mr Fabian Lim. Sayang, karena berbahasa Inggris-meski dibantu dengan penerjemah-Habibie pada awalnya belum terlalu tertarik dengan program tersebut. "Saya lantas bilang, kalau kamu dewasa nanti, kamu tak bisa mengandalkan orang lain terus. Kamu harus jadi orang yang bisa mama banggakan."
Demi masa depan anak, Endang tak ragu untuk sedikit memaksa Habibie. Justru karena punya kelemahan itulah, ia merasa Habibie harus didorong lebih keras. "Waktu itu, karena pelatihan pertama, hasilnya belum maksimal, karena memang yang diberikan hanya dasar-dasarnya. Saya menyuruh Habibie untuk ikut kelas lanjutannya. Mahal ndak apa-apa, yang penting ada ilmu yang bermanfaat. Sayang, kala itu Habibie sempat menolak," kisah Endang.
"Saya lantas tegaskan pada Habibie, kamu syaraf boleh melemah, tapi semangat tidak boleh lemah. Mama sudah pensiun sementara biaya internet kamu itu besar. Kamu harus ikut pelatihan lanjutan ini, jadi kamu main internet itu nggak sia-sia," ujar Endang.
Akhirnya, setelah dipaksa Endang, Habibie mengikuti Asia Internet Academy untuk memperdalam ilmu internet marketing-nya. Ternyata, feeling Endang tepat. Hobi Habibie akhirnya menghasilkan juga. "Setelah lebih memahami pelatihan dari Mr Lim, Habibie waktu praktik untuk pertama kali ia mendapat kiriman uang 120 dolar AS. Itu senangnya bukan main. Ternyata, apa yang dilakukannya selama ini ada hasilnya juga. Maka, sejak itu dia makin intens main di internet marketing. Akhirnya, di bulan Desember 2008, Habibie sudah bisa menghasilkan uang 5986 dolar AS. Itulah yang membuat kepercayaan dirinya makin tumbuh dan dia makin yakin bisa menghasilkan dari bisnis online itu," ungkap Endang sembari menunjukkan setumpuk print-out email yang menunjukkan penghasilan Habibie.
Mutiara yang tergolek lemah tertutup pasir di lautan itu kini mampu berkilap berkat sentuhan dan ketegasan seorang ibu terhadap anaknya yang punya kelemahan. Berkat kegigihan Endang menemukan "profesi" yang pas untuk putranya, kini kelemahan itu hanya tinggal menjadi predikat. Kerusakan syaraf yang diderita berkat dorongan Endang, kini berubah jadi semangat menggebu untuk meraih hasil maksimal.
"Puji syukur Allah telah mengabulkan permintaan saya dan memberikan kesempatan pada saya dan Habibie bisa menikmati jerih payah dan perjuangan yang tidak kenal menyerah. Indah akan datang pada saatnya jika Allah menghendaki. Dan, inilah saat-saat indah buat saya dan Habibie, yakni bahwa takdir Allah adalah yang terbaik untuk kami. Harapan saya semoga ibu-ibu termotivasi pada prestasi dan kondisi Habibie dan lebih menyayangi putra-putrinya dan ikhlas berjuang untuk sukses keluarganya."
Saat itu, Nancy-ibunda Edison-sangat marah dan menariknya keluar sekolah. Selanjutnya, Nancy sendiri yang mengajar Edison."Ibuku yang membentukku. Ia begitu setia, memiliki keyakinan pada diriku, dan aku merasa aku memiliki seseorang untuk kuperjuangkan dalam hidup, seseorang yang tidak boleh kukecewakan," sebut Edison dalam sebuah catatan.
Ibu Edison, yang juga seorang guru, kemudian memberikan banyak pelajaran yang ternyata diserap dengan mudah oleh Edison. Ia juga melahap habis beberapa buku ilmiah seperti karya dari R.G. Parker's yang berjudul School of Natural Philosophy dan The Cooper Union. Dari sanalah, ia kemudian gemar melakukan berbagai macam percobaan yang akhirnya mengantarkan dirinya menjadi tokoh dunia dengan seribu lebih inovasi.
Nyaris mirip dengan kisah sang ibu dalam mendorong anaknya agar tetap jadi "orang", Endang Setyati juga mengalami problematika yang tak kalah peliknya-bahkan-mungkin lebih parah. Anaknya-Habibie Afsyah-buah cintanya dengan duda beranak tujuh, Nasori Sugiyanto, sejak lahir mengidap penyakit langka, yang menyerang otaknya hingga lumpuh permanen. "Sejak lahir, fungsi syarafnya terus menurun dan bahkan diperkirakan usianya tidak panjang," kisah Endang tentang anaknya.
Namun, menurut perempuan berjilbab ini, "Anak adalah amanah dari Sang Pencipta, karena itu, apa pun kondisi anak, saya berusaha memberikan yang terbaik."
Mendengar pernyataan itu, sang anak pun menimpali dengan ketulusan, "Terima kasih yang terdalam untuk Mama, yang dengan sabar dan kasih sayang merawat saya yang memiliki keterbatasan. Saya sangat bersyukur dilahirkan melalui rahim seorang Ibu, Endang Setyati."
Ibu Endang, Pak Nasori, dan Habibie
Yang istimewa dari cara Endang mendidik adalah perlakuannya pada
Habibie. Meski memiliki keterbatasan fisik-bahkan kini hanya tinggal
bisa menggerakkan satu jari-Endang menyekolahkanya di sekolah biasa,
bukan sekolah luar biasa. Bahkan, beberapa temannya yang tumbuh normal
masih sering main ke rumah Habibie untuk sekadar bercanda atau bermain
game. "Habibie itu meski hanya main dengan satu jari, entah bagaimana
kalau main game selalu menang dari teman-temannya," ungkap Endang.
"Selain hobi main game, ia juga hobi internet-an sedari SMP. Mungkin, karena keterbatasannya itu, ia awalnya menghabiskan banyak waktu hanya dengan main game dan internet."
Keprihatian Endang akan masa depan Habibie membuatnya berpikir, "Apa ya yang bisa dilakukan Habibie supaya besok dia tidak merepotkan orang lain dan bisa mandiri?"
Akhirnya Endang mulai menemukan titik terang sekitar pertengahan tahun 2006. "Saat itu ada penawaran pelatihan internet marketing. Saya pikir, itu mungkin tepat buat anak saya karena memang dia kan sudah sejak lama hobinya main internet," terang Endang.
Maka, Endang pun memasukkan Habibie untuk ikut pelatihan internet marketing untuk belajar dari salah satu pakar internet marketing berbasis amazon.com, Mr Fabian Lim. Sayang, karena berbahasa Inggris-meski dibantu dengan penerjemah-Habibie pada awalnya belum terlalu tertarik dengan program tersebut. "Saya lantas bilang, kalau kamu dewasa nanti, kamu tak bisa mengandalkan orang lain terus. Kamu harus jadi orang yang bisa mama banggakan."
Demi masa depan anak, Endang tak ragu untuk sedikit memaksa Habibie. Justru karena punya kelemahan itulah, ia merasa Habibie harus didorong lebih keras. "Waktu itu, karena pelatihan pertama, hasilnya belum maksimal, karena memang yang diberikan hanya dasar-dasarnya. Saya menyuruh Habibie untuk ikut kelas lanjutannya. Mahal ndak apa-apa, yang penting ada ilmu yang bermanfaat. Sayang, kala itu Habibie sempat menolak," kisah Endang.
"Saya lantas tegaskan pada Habibie, kamu syaraf boleh melemah, tapi semangat tidak boleh lemah. Mama sudah pensiun sementara biaya internet kamu itu besar. Kamu harus ikut pelatihan lanjutan ini, jadi kamu main internet itu nggak sia-sia," ujar Endang.
Akhirnya, setelah dipaksa Endang, Habibie mengikuti Asia Internet Academy untuk memperdalam ilmu internet marketing-nya. Ternyata, feeling Endang tepat. Hobi Habibie akhirnya menghasilkan juga. "Setelah lebih memahami pelatihan dari Mr Lim, Habibie waktu praktik untuk pertama kali ia mendapat kiriman uang 120 dolar AS. Itu senangnya bukan main. Ternyata, apa yang dilakukannya selama ini ada hasilnya juga. Maka, sejak itu dia makin intens main di internet marketing. Akhirnya, di bulan Desember 2008, Habibie sudah bisa menghasilkan uang 5986 dolar AS. Itulah yang membuat kepercayaan dirinya makin tumbuh dan dia makin yakin bisa menghasilkan dari bisnis online itu," ungkap Endang sembari menunjukkan setumpuk print-out email yang menunjukkan penghasilan Habibie.
Ibu Endang dan Habibie, saat mengikuti seminar Bp. Andrie Wongso pada Nov. lalu, "The Power of Harmony"
Dengan hasil yang diperolehnya, Endang terus mendorong agar Habibie
makin menekuni bidang tersebut. Ia kemudian mengikutkan Habibie ke
berbagai kursus lanjutan. "Salah satunya supaya lebih paham saya ikutkan
dia ke kursus dari Pak Suwandi Chow. Ini pelatihan train for trainers." Selanjutnya, the rest is history, selebihnya adalah kisah sukses Habibie yang terus dibimbing oleh ibunya.
Mutiara yang tergolek lemah tertutup pasir di lautan itu kini mampu berkilap berkat sentuhan dan ketegasan seorang ibu terhadap anaknya yang punya kelemahan. Berkat kegigihan Endang menemukan "profesi" yang pas untuk putranya, kini kelemahan itu hanya tinggal menjadi predikat. Kerusakan syaraf yang diderita berkat dorongan Endang, kini berubah jadi semangat menggebu untuk meraih hasil maksimal.
"Puji syukur Allah telah mengabulkan permintaan saya dan memberikan kesempatan pada saya dan Habibie bisa menikmati jerih payah dan perjuangan yang tidak kenal menyerah. Indah akan datang pada saatnya jika Allah menghendaki. Dan, inilah saat-saat indah buat saya dan Habibie, yakni bahwa takdir Allah adalah yang terbaik untuk kami. Harapan saya semoga ibu-ibu termotivasi pada prestasi dan kondisi Habibie dan lebih menyayangi putra-putrinya dan ikhlas berjuang untuk sukses keluarganya."
Posting Komentar