Media adalah sesuatu
yang sangat bertaring dalam dunia social seperti ini,media lah yang mampu
membentuk opini public dan merangkum opini public, namun dengan kekuatan yang mereka miliki apakah media
sudah berjalan sesuai kaidahnya? Apakah media sudah berada pada posisi dimana
menjadi jembatan antara fakta dan khalayak? Namun melihat yang terjadi
dilapangan,saya menjadi ragu.bukan menyentil korps pers secara umum ataupun
pihak media. Namun saat ini banyak sekali oknum pers yang mencoba peruntungan
lain,yakni memeras.
Bukan asal bicara,namun
tulisan ini saya angkat karena sudah terlalu geram dengan ulah para oknum yang
hilir mudik ke sekolah-sekolah atau instansi untuk mencari-cari kesalahan
ataupun menggertak instansi tersebut untuk dimuat dalam medianya jika tak
memberi uang tutup mulut. Jurnalis sekarang sudah pintarJ,jika
begini apa ubahnya dengan premanisme? Kita ambil contoh pada salah satu sekolah
menengah pertama (SMP) dikabupaten ngawi,tepatnya ngawi pinggiran. Hamper
setiap hari humas merasa bosan dan capek dengan hilir mudiknya oknum pers dan
LSM yang dengan gagah berani ingin melihat anggaran dana ataupun aliran
dana BOS atau entah apalagi, yang
ujung-ujungnya adalah mereka minta uang.
Apa yang terjadi dalam
dunia pers saat ini? Oknum-oknum yang bertameng pers ini yang harusnya dibasmi dengan obat anti
serangga.*hlohh*, merusak citra pers dan membuat rakyat tidak percaya lagi
dengan pers. Teramat disayangkan memang jika mereka lebih mengabdikan dirinya
sebagai preman daripada pencari fakta, dan yang baru-baru ini menurut sumber
adalah kedatangan oknum dari suatu media massa tak terkenal yang menyatroni sekolah,mereka bilang sekolah
harus membayar sebesar tiga ratus ribu rupiah untuk kegiatan hari kartini.
Hah?what the fuck about this…lagi pula mereka itu pihak swasta,mengapa
menggerogoti dinas,lucu. ini namanya
bukan sumbangan tapi pemerasan, namun karena seringnya hal-hal seperti itu
dengan tegas pihak sekolah menolak . dan tau apa yang terjadi setelahnya? Oknum
tersebut minta 50ribu untuk ongkos bensin. *ngguyu miring*, kemana kegagahan
korp pers saat ini?
Melihat berbagai
penyimpangan fungsi yang dilakukan oknum-oknum wartawan, mengerucutkan kita
pada satu pertanyaan. Apa latar belakang mereka? Apakah benar mereka lulusan
sekolah jurnalis yang terakreditasi? Hhhaaa… kenyataannya hanyalah mereka hanya
kursus secara singkat ditempat yang tak jelasJ,dan dengan
sertifikat itu mereka punya senjata untuk terlihat lebih tinggi diantara
manusia lain, Menyedihkan.
Koran-koran dan majalah
berskala kecil malah menjadi sangat bertaring di Ngawi,malah lebih berani
gertak-menggertak dengan instansi yang ia datangi, ini tak ubahnya LSM yang
juga satu merkJ,
mencari uang dengan keliling dari sekolah ke sekolah lain,mengkorek ngorek
masalah apapun dan ujungnya minta amplop ( berisi uangJ).
Semakin beragam cara orang mencari makanJ. Kembali contoh
tadi, sekolah-sekolah yang merasa tak ada yang salah dengan adminitrasi ataupun
penggunaan BOS sudah pasti merasa gerah dengan para okum ini, inilah yang
disebut “DATANG TAK DIUNDANG PULANG MINTA ONGKOS”, kalau benar mereka bangga
akan taringnya,mengapa tak datang saja ke DPRD atau Kabupaten,disana jelas
lebih banyak masalah dan mereka lebih berduitJ. Mengapa harus
berkeliling dari satu sekolah ke sekolah lain?
Ya kalaupun ada masalah
dengan keuangan dengan sekolah tersebut,sebaiknya media tidak bertindak seperti
itu,oknum-oknum tersebut malah membuat citra media kehilangan taringya sendiri,
benar bukan? Datang dengan optimis dan menggebu-gebu akan memuat ketidak
jelasan yang terjadi dan akhirnya pulang dengan senyum karena 100ribuan atau
lebih sudah menyumpal mulutnya. Wake up Indonesia !!! luruskan jalan kalian
masing-masing, untuk para oknum, kalian adalah pers dan per situ
independen,jujur,dan netral! Tulislah apa yang menurut kalian itu memang
fakta,bukan malah menjualnya dan menjadikan itu senjata untuk memeras.
Hiduplah Indonesia
raya!!!