Susilo Bambang Yudhoyono adalah presiden RI ke-6. Berbeda dengan
presiden sebelumnya, beliau merupakan presiden pertama yang dipilih
secara langsung oleh rakyat dalam proses Pemilu Presiden putaran II 20
September 2004. Lulusan terbaik AKABRI (1973) yang akrab disapa SBY ini
lahir di Pacitan, Jawa Timur 9 September 1949. Istrinya bernama
Kristiani Herawati, merupakan putri ketiga almarhum Jenderal (Purn)
Sarwo Edhi Wibowo.
Pensiunan
jenderal berbintang empat ini adalah anak tunggal dari pasangan R.
Soekotjo dan Sitti Habibah. Darah prajurit menurun dari ayahnya yang
pensiun sebagai Letnan Satu. Sementara ibunya, Sitti Habibah, putri
salah seorang pendiri Ponpes Tremas. Beliau dikaruniai dua orang putra
yakni Agus Harimurti Yudhoyono (mengikuti dan menyamai jejak dan
prestasi SBY, lulus dari Akmil tahun 2000 dengan meraih penghargaan
Bintang Adhi Makayasa) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (lulusan terbaik SMA
Taruna Nusantara, Magelang yang kemudian menekuni ilmu ekonomi).
Pendidikan
SR adalah pijakan masa depan paling menentukan dalam diri SBY. Ketika
duduk di bangku kelas lima, beliau untuk pertamakali kenal dan akrab
dengan nama Akademi Militer Nasional (AMN), Magelang, Jawa Tengah. Di
kemudian hari AMN berubah nama menjadi Akabri. SBY masuk SMP Negeri
Pacitan, terletak di selatan alun-alun. Ini adalah sekolah idola bagi
anak-anak Kota Pacitan. Mewarisi sikap ayahnya yang berdisiplin keras,
SBY berjuang untuk mewujudkan cita-cita masa kecilnya menjadi tentara
dengan masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri)
setelah lulus SMA akhir tahun 1968. Namun, lantaran terlambat mendaftar,
SBY tidak langsung masuk Akabri. Maka SBY pun sempat menjadi mahasiswa
Teknik Mesin Institut 10 November Surabaya (ITS).
Namun kemudian,
SBY justru memilih masuk Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama
(PGSLP) di Malang, Jawa Timur. Sewaktu belajar di PGSLP Malang itu,
beliau mempersiapkan diri untuk masuk Akabri. Tahun 1970, akhirnya masuk
Akabri di Magelang, Jawa Tengah, setelah lulus ujian penerimaan akhir
di Bandung. SBY satu angkatan dengan Agus Wirahadikusumah, Ryamizard
Ryacudu, dan Prabowo Subianto. Semasa pendidikan, SBY yang mendapat
julukan Jerapah, sangat menonjol. Terbukti, belaiu meraih predikat
lulusan terbaik Akabri 1973 dengan menerima penghargaan lencana Adhi
Makasaya.
Pendidikan militernya dilanjutkan di Airborne and
Ranger Course di Fort Benning, Georgia, AS (1976), Infantry Officer
Advanced Course di Fort Benning, Georgia, AS (1982-1983) dengan meraih
honor graduate, Jungle Warfare Training di Panama (1983), Anti Tank
Weapon Course di Belgia dan Jerman (1984), Kursus Komandan Batalyon di
Bandung (1985), Seskoad di Bandung (1988-1989) dan Command and General
Staff College di Fort Leavenworth, Kansas, AS (1990-1991). Gelar MA
diperoleh dari Webster University AS. Perjalanan karier militernya,
dimulai dengan memangku jabatan sebagai Dan Tonpan Yonif Linud 330
Kostrad (Komandan Peleton III di Kompi Senapan A, Batalyon Infantri
Lintas Udara 330/Tri Dharma, Kostrad) tahun 1974-1976, membawahi
langsung sekitar 30 prajurit.
Batalyon Linud 330 merupakan salah
satu dari tiga batalyon di Brigade Infantri Lintas Udara 17 Kujang
I/Kostrad, yang memiliki nama harum dalam berbagai operasi militer.
Ketiga batalyon itu ialah Batalyon Infantri Lintas Udara 330/Tri Dharma,
Batalyon Infantri Lintas Udara 328/Dirgahayu, dan Batalyon Infantri
Lintas Udara 305/Tengkorak. Kefasihan berbahasa Inggris, membuatnya
terpilih mengikuti pendidikan lintas udara (airborne) dan pendidikan
pasukan komando (ranger) di Pusat Pendidikan Angkatan Darat Amerika
Serikat, Ford Benning, Georgia, 1975. Kemudian sekembali ke tanah air,
SBY memangku jabatan Komandan Peleton II Kompi A Batalyon Linud
305/Tengkorak (Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad) tahun 1976-1977. Beliau pun
memimpin Pleton ini bertempur di Timor Timur.
Sepulang dari
Timor Timur, SBY menjadi Komandan Peleton Mortir 81 Yonif Linud 330
Kostrad (1977). Setelah itu, beliau ditempatkan sebagai Pasi-2/Ops
Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978), Dan Kipan Yonif Linud
330 Kostrad (1979-1981), dan Paban Muda Sops SUAD (1981-1982). Ketika
bertugas di Mabes TNI-AD, itu SBY kembali mendapat kesempatan sekolah ke
Amerika Serikat. Dari tahun 1982 hingga 1983, beliau mengikuti Infantry
Officer Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983 sekaligus praktek
kerja-On the job training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS,
1983. Kemudian mengikuti Jungle Warfare School, Panama, 1983 dan
Antitank Weapon Course di Belgia dan Jerman, 1984, serta Kursus Komando
Batalyon, 1985. Pada saat bersamaan SBY menjabat Komandan Sekolah
Pelatih Infanteri (1983-1985)
Lalu beliau dipercaya menjabat Dan
Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988) dan Paban Madyalat Sops Dam
IX/Udayana (1988), sebelum mengikuti pendidikan di Sekolah Staf dan
Komando TNI-AD (Seskoad) di Bandung dan keluar sebagai lulusan terbaik
Seskoad 1989. SBY pun sempat menjadi Dosen Seskoad (1989-1992), dan
ditempatkan di Dinas Penerangan TNI-AD (Dispenad) dengan tugas antara
lain membuat naskah pidato KSAD Jenderal Edi Sudradjat. Lalu ketika Edi
Sudradjat menjabat Panglima ABRI, beliau ditarik ke Mabes ABRI untuk
menjadi Koordinator Staf Pribadi (Korspri) Pangab Jenderal Edi Sudradjat
(1993).
Lalu, beliau kembali bertugas di satuan tempur, diangkat
menjadi Komandan Brigade Infantri Lintas Udara (Dan Brigif Linud) 17
Kujang I/Kostrad (1993-1994) bersama dengan Letkol Riyamizard Ryacudu.
Kemudian menjabat Asops Kodam Jaya (1994-1995) dan Danrem 072/Pamungkas
Kodam IV/Diponegoro (1995). Tak lama kemudian, SBY dipercaya bertugas ke
Bosnia Herzegovina untuk menjadi perwira PBB (1995). Beliau menjabat
sebagai Kepala Pengamat Militer PBB (Chief Military Observer United
Nation Protection Force) yang bertugas mengawasi genjatan senjata di
bekas negara Yugoslavia berdasarkan kesepakatan Dayton, AS antara
Serbia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina. Setelah kembali dari Bosnia,
beliau diangkat menjadi Kepala Staf Kodam Jaya (1996). Kemudian menjabat
Pangdam II/Sriwijaya (1996-1997) sekaligus Ketua Bakorstanasda dan
Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998) sebelum menjabat Kepala
Staf Teritorial (Kaster) ABRI (1998-1999).
Sementara, langkah
karir politiknya dimulai tanggal 27 Januari 2000, saat memutuskan untuk
pensiun lebih dini dari militer ketika dipercaya menjabat sebagai
Menteri Pertambangan dan Energi pada pemerintahan Presiden KH
Abdurrahman Wahid. Tak lama kemudian, SBY pun terpaksa meninggalkan
posisinya sebagai Mentamben karena Gus Dur memintanya menjabat
Menkopolsoskam. Pada tanggal 10 Agustus 2001, Presiden Megawati
mempercayai dan melantiknya menjadi Menko Polkam Kabinet Gotong-Royong.
Tetapi pada 11 Maret 2004, beliau memilih mengundurkan diri dari jabatan
Menko Polkam. Langkah pengunduran diri ini membuatnya lebih leluasa
menjalankan hak politik yang akan mengantarkannya ke kursi puncak
kepemimpinan nasional. Dan akhirnya, pada pemilu Presiden langsung
putaran kedua 20 September 2004, SBY yang berpasangan dengan Jusuf Kalla
meraih kepercayaan mayoritas rakyat Indonesia dengan perolehan suara di
attas 60 persen. Dan pada tanggal 20 Oktober 2004 beliau dilantik
menjadi Presiden RI ke-6.
Berikut ini data lengkap tentang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Nama : Jenderal TNI (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono
Lahir : Pacitan, Jawa Timur, 9 September 1949
Agama : Islam
Jabatan : Presiden Republik Indonesia ke-6
Istri : Kristiani Herawati, putri ketiga (Alm) Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo
Anak : Agus Harimurti Yudhoyono dan Edhie Baskoro Yudhoyono
Ayah : Letnan Satu (Peltu) R. Soekotji
Ibu : Sitti Habibah
Pendidikan :
* Akademi Angkatan Bersenjata RI (Akabri) tahun 1973
* American Language Course, Lackland, Texas AS, 1976
* Airbone and Ranger Course, Fort Benning , AS, 1976
* Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983
* On the job training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983
* Jungle Warfare School, Panama, 1983
* Antitank Weapon Course di Belgia dan Jerman, 1984
* Kursus Komando Batalyon, 1985
* Sekolah Komando Angkatan Darat, 1988-1989
* Command and General Staff College, Fort Leavenwort, Kansas, AS
* Master of Art (MA) dari Management Webster University, Missouri, AS
Karier :
* Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad (1974-1976)
* Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad (1976-1977)
* Dan Tn Mo 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977)
* Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978)
* Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981)
* Paban Muda Sops SUAD (1981-1982)
* Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985)
* Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988)
* Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988)
* Dosen Seskoad (1989-1992)
* Korspri Pangab (1993)
* Dan Brigif Linud 17 Kujang 1 Kostrad (1993-1994)
* Asops Kodam Jaya (1994-1995)
* Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995)
* Chief Military Observer United Nation Peace Forces (UNPF) di Bosnia-Herzegovina (sejak awal November 1995)
* Kasdam Jaya (1996-hanya lima bulan)
* Pangdam II/Sriwijaya (1996-) sekaligus Ketua Bakorstanasda
* Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998)
* Kepala Staf Teritorial (Kaster ABRI (1998-1999)
* Mentamben (sejak 26 Oktober 1999)
* Menko Polsoskam (Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid)
* Menko Polkam (Pemerintahan Presiden Megawati Sukarnopotri) mengundurkan diri 11 Maret 2004
Penugasan : Operasi Timor Timur 1979-1980 dan 1986-1988
Penghargaan :
* Adi Makayasa (lulusan terbaik Akabri 1973)
* Tri Sakti Wiratama (Prestasi Tertinggi Gabungan Mental Fisik, dan Intelek), 1973
* Satya Lencana Seroja, 1976
* Honorour Graduated IOAC, USA, 1983
* Satya Lencana Dwija Sista, 1985
* Lulusan terbaik Seskoad Susreg XXVI, 1989
* Dosen Terbaik Seskoad, 1989
* Satya Lencana Santi Dharma, 1996
* Satya Lencana United Nations Peacekeeping Force (UNPF), 1996
* Satya Lencana United Nations Transitional Authority in Eastern Slavonia, Baranja, and Western Sirmium (UNTAES), 1996
* Bintang Kartika Eka Paksi Nararya, 1998
* Bintang Yudha Dharma Nararya, 1998
* Wing Penerbang TNI-AU, 1998
* Wing Kapal Selam TNI-AL, 1998
* Bintang Kartika Eka Paksi Pratama, 1999
* Bintang Yudha Dharma Pratama, 1999
* Bintang Dharma, 1999
* Bintang Maha Putera Utama, 1999
* Tokoh Berbahasa Lisan Terbaik, 2003
* Bintang Asia (Star of Asia) dari BusinessWeek, 2005
* Bintang Kehormatan Darjah Kerabat Laila Utama dari Sultan Brunei
* Doktor Honoris Causa dari Universitas Keio, 2006
Alamat : Jl. Alternatif Cibubur Puri Cikeas Indah No. 2 Desa Nagrag Kec. Gunung Putri Bogor 16967
presiden susilo bambang yudhoyono
Minggu, 10 Juli 2011 | by tirtayasa. G
pergerakan mahasiswa di indonesia
| by tirtayasa. G
1908
Boedi Oetomo, merupakan
wadah perjuangan yang pertama kali memiliki struktur pengorganisasian modern.
Didirikan di Jakarta, 20 Mei
1908 oleh pemuda-pelajar-mahasiswa dari
lembaga pendidikan STOVIA, wadah ini merupakan refleksi sikap kritis dan
keresahan intelektual terlepas dari primordialisme Jawa yang ditampilkannya.
Pada
konggres yang pertama di Yogyakarta,
tanggal 5 Oktober 1908 menetapkan tujuan perkumpulan : Kemajuan yang
selaras buat negeri dan bangsa, terutama dengan memajukan pengajaran,
pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan industri, serta kebudayaan.
Dalam
5 tahun permulaan BU sebagai perkumpulan, tempat keinginan-keinginan bergerak
maju dapat dikeluarkan, tempat kebaktian terhadap bangsa dinyatakan, mempunyai
kedudukan monopoli dan oleh karena itu BU maju pesat, tercatat akhir tahun 1909
telah mempunyai 40 cabang dengan lk.10.000 anggota.
Disamping
itu, para mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Belanda, salah satunya Mohammad Hatta yang saat
itu sedang belajar di Nederland Handelshogeschool di Rotterdam mendirikan Indische Vereeninging yang kemudian berubah
nama menjadi Indonesische Vereeninging tahun 1922, disesuaikan dengan
perkembangan dari pusat kegiatan diskusi menjadi wadah yang berorientasi
politik dengan jelas. Dan terakhir untuk lebih mempertegas identitas
nasionalisme yang diperjuangkan, organisasi ini kembali berganti nama baru
menjadi Perhimpunan
Indonesia, tahun 1925.
Berdirinya
Indische Vereeninging dan organisasi-organisasi lain,seperti: Indische Partij yang
melontarkan propaganda kemerdekaan Indonesia, Sarekat Islam, dan Muhammadiyah yang beraliran
nasionalis demokratis dengan dasar agama, Indische Sociaal Democratische
Vereeninging (ISDV) yang berhaluan Marxisme, menambah jumlah
haluan dan cita-cita terutama ke arah politik. Hal ini di satu sisi membantu
perjuangan rakyat Indonesia, tetapi di sisi lain sangat melemahkan BU karena
banyak orang kemudian memandang BU terlalu lembek oleh karena hanya menuju
"kemajuan yang selaras" dan terlalu sempit keanggotaannya (hanya
untuk daerah yang berkebudayaan Jawa) meninggalkan BU. Oleh karena cita-cita
dan pemandangan umum berubah ke arah politik, BU juga akhirnya terpaksa terjun
ke lapangan politik.
Kehadiran
Boedi Oetomo,Indische Vereeninging, dll pada masa itu merupakan suatu episode
sejarah yang menandai munculnya sebuah angkatan pembaharu dengan kaum
terpelajar dan mahasiswa sebagai aktor terdepannya, yang pertama dalam sejarah
Indonesia : generasi 1908, dengan misi utamanya menumbuhkan kesadaran
kebangsaan dan hak-hak kemanusiaan dikalangan rakyat Indonesia untuk memperoleh
kemerdekaan, dan mendorong semangat rakyat melalui penerangan-penerangan
pendidikan yang mereka berikan, untuk berjuang membebaskan diri dari penindasan
kolonialisme.
1928
Pada
pertengahan 1923, serombongan mahasiswa yang bergabung dalam Indonesische
Vereeninging (nantinya berubah menjadi Perhimpunan Indonesia) kembali ke tanah
air. Kecewa dengan perkembangan kekuatan-kekuatan perjuangan di Indonesia, dan
melihat situasi politik yang di hadapi, mereka membentuk kelompok studi yang
dikenal amat berpengaruh, karena keaktifannya dalam diskursus kebangsaan saat
itu. Pertama, adalah Kelompok Studi Indonesia
(Indonesische Studie-club) yang dibentuk di Surabaya pada tanggal 29 Oktober 1924 oleh Soetomo. Kedua, Kelompok
Studi Umum (Algemeene Studie-club) direalisasikan oleh
para nasionalis dan mahasiswa Sekolah Tinggi Teknik di Bandung yang dimotori
oleh Soekarno pada tanggal 11
Juli 1925.
Diinspirasi
oleh pembentukan Kelompok Studi Surabaya dan Bandung, menyusul kemudian Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia
(PPPI), prototipe organisasi yang menghimpun seluruh elemen gerakan mahasiswa
yang bersifat kebangsaan tahun 1926, Kelompok Studi St. Bellarmius yang menjadi
wadah mahasiswa Katolik, Cristelijke Studenten Vereninging (CSV) bagi mahasiswa
Kristen, dan Studenten Islam Studie-club (SIS) bagi mahasiswa Islam pada tahun
1930-an.
Dari
kebangkitan kaum terpelajar, mahasiswa, intelektual, dan aktivis pemuda itulah,
munculnya generasi baru pemuda Indonesia yang memunculkan Sumpah Pemuda pada tanggal
28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda dicetuskan melalui Konggres Pemuda II yang
berlangsung di Jakarta pada 26-28 Oktober 1928, dimotori oleh PPPI.
1945
Dalam
perkembangan berikutnya, dari dinamika pergerakan nasional yang ditandai dengan
kehadiran kelompok-kelompok studi, dan akibat pengaruh sikap penguasa Belanda
yang menjadi Liberal, muncul kebutuhan baru untuk menjadi partai politik,
terutama dengan tujuan memperoleh basis massa yang luas. Kelompok Studi
Indonesia berubah menjadi Partai Bangsa Indonesia
(PBI), sedangkan Kelompok Studi Umum menjadi Perserikatan Nasional Indonesia (PNI).
Secara
umum kondisi pendidikan maupun kehidupan politik pada zaman pemerintahan Jepang
jauh lebih represif dibandingkan dengan kolonial Belanda, antara lain dengan
melakukan pelarangan terhadap segala kegiatan yang berbau politik; dan hal ini
ditindak lanjuti dengan membubarkan segala organisasi pelajar dan mahasiswa,
termasuk partai politik, serta insiden kecil di Sekolah Tinggi Kedokteran
Jakarta yang mengakibatkan mahasiswa dipecat dan dipenjarakan.
Praktis,
akibat kondisi yang vacuum tersebut, maka mahasiswa kebanyakan akhirnya memilih
untuk lebih mengarahkan kegiatan dengan berkumpul dan berdiskusi, bersama para
pemuda lainnya terutama di asrama-asrama. Tiga asrama yang terkenal dalam
sejarah, berperan besar dalam melahirkan sejumlah tokoh, adalah Asrama Menteng
Raya, Asrama Cikini, dan Asrama Kebon Sirih. Tokoh-tokoh inilah yang nantinya
menjadi cikal bakal generasi 1945, yang menentukan kehidupan bangsa.
Salah
satu peran angkatan muda 1945 yang bersejarah, dalam kasus gerakan kelompok
bawah tanah yang antara lain dipimpin oleh Chairul Saleh dan Soekarni saat itu, yang
terpaksa menculik dan mendesak Soekarno dan Hatta agar secepatnya
memproklamirkan kemerdekaan, peristiwa ini dikenal kemudian dengan peristiwa
Rengasdengklok.
1966
Sejak
kemerdekaan, muncul kebutuhan akan aliansi antara kelompok-kelompok mahasiswa,
di antaranya Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa
Indonesia (PPMI), yang dibentuk melalui Kongres Mahasiswa yang
pertama di Malang tahun 1947.
Selanjutnya,
dalam masa Demokrasi Liberal (1950-1959), seiring dengan penerapan sistem
kepartaian yang majemuk saat itu, organisasi mahasiswa ekstra kampus kebanyakan
merupakan organisasi dibawah partai-partai politik. Misalnya, PMKRI Perhimpunan Mahasiswa Katholik
Republik Indonesia dengan Partai Katholik,Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)
dekat dengan PNI, Concentrasi Gerakan Mahasiswa
Indonesia (CGMI) dekat dengan PKI, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia
(Gemsos) dengan PSI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)
berafiliasi dengan Partai NU, Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) dengan Masyumi, dan lain-lain.
Di
antara organisasi mahasiswa pada masa itu, CGMI lebih menonjol setelah PKI
tampil sebagai salah satu partai kuat hasil Pemilu 1955. CGMI secara berani
menjalankan politik konfrontasi dengan organisasi mahasiswa lainnya, bahkan
lebih jauh berusaha memengaruhi PPMI, kenyataan ini menyebabkan perseteruan
sengit antara CGMI dengan HMI dan, terutama dipicu karena banyaknya jabatan
kepengurusan dalam PPMI yang direbut dan diduduki oleh CGMI dan juga
GMNI-khususnya setelah Konggres V tahun 1961.
Mahasiswa
membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tanggal 25 Oktober 1966 yang
merupakan hasil kesepakatan sejumlah organisasi yang berhasil dipertemukan oleh
Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan (PTIP) Mayjen dr. Syarief Thayeb,
yakni PMKRI, HMI,PMII,Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sekretariat
Bersama Organisasi-organisasi Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapancas),
dan Ikatan Pers Mahasiswa (IPMI). Tujuan pendiriannya, terutama agar para
aktivis mahasiswa dalam melancarkan perlawanan terhadap PKI menjadi lebih
terkoordinasi dan memiliki kepemimpinan.
Munculnya
KAMI diikuti berbagai aksi lainnya, seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia
(KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana
Indonesia (KASI), dan lain-lain.
Pada
tahun 1965 dan 1966, pemuda dan mahasiswa Indonesia banyak
terlibat dalam perjuangan yang ikut mendirikan Orde Baru. Gerakan ini
dikenal dengan istilah Angkatan '66, yang menjadi awal kebangkitan gerakan
mahasiswa secara nasional, sementara sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih
bersifat kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu adalah mereka yang kemudian
berada pada lingkar kekuasaan Orde Baru, di antaranya Cosmas Batubara (Eks Ketua
Presidium KAMI Pusat), Sofyan Wanandi, Yusuf Wanandi ketiganya dari PMKRI,Akbar Tanjung dari HMI dll.
Angkatan '66 mengangkat isu Komunis
sebagai bahaya laten negara. Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan
masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia). Setelah Orde Lama berakhir, aktivis
Angkatan '66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyak yang duduk di kursi
DPR/MPR serta diangkat dalam kabibet pemerintahan Orde Baru. di masa ini ada
salah satu tokoh yang sangat idealis,yang sampai sekarang menjadi panutan bagi
mahasiswa-mahasiswa yang idealis setelah masanya,dia adalah seorang aktivis
yang tidak peduli mau dimusuhi atau didekati yang penting pandangan idealisnya
tercurahkan untuk bangsa ini,dia adealah soe hok gie
1974
Realitas
berbeda yang dihadapi antara gerakan mahasiswa 1966 dan 1974, adalah bahwa jika
generasi 1966 memiliki hubungan yang erat dengan kekuatan militer, untuk
generasi 1974 yang dialami adalah konfrontasi dengan militer.
Sebelum
gerakan mahasiswa 1974 meledak, bahkan sebelum menginjak awal 1970-an,
sebenarnya para mahasiswa telah melancarkan berbagai kritik dan koreksi
terhadap praktek kekuasaan rezim Orde Baru, seperti:
- Golput yang menentang pelaksanaan pemilu pertama di masa Orde Baru pada 1972 karena Golkar dinilai curang.
- Gerakan menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah pada 1972 yang menggusur banyak rakyat kecil yang tinggal di lokasi tersebut.
Diawali
dengan reaksi terhadap kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), aksi protes
lainnya yang paling mengemuka disuarakan mahasiswa adalah tuntutan
pemberantasan korupsi. Lahirlah, selanjutnya apa yang disebut gerakan
"Mahasiswa Menggugat" yang dimotori Arif Budiman yang progaram utamanya adalah
aksi pengecaman terhadap kenaikan BBM, dan korupsi.
Menyusul
aksi-aksi lain dalam skala yang lebih luas, pada 1970 pemuda dan mahasiswa
kemudian mengambil inisiatif dengan membentuk Komite Anti Korupsi (KAK) yang
diketuai oleh Wilopo. Terbentuknya KAK
ini dapat dilihat merupakan reaksi kekecewaan mahasiswa terhadap tim-tim khusus
yang disponsori pemerintah, mulai dari Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), Task
Force UI sampai Komisi Empat.
Berbagai
borok pembangunan dan demoralisasi perilaku kekuasaan rezim Orde Baru terus
mencuat. Menjelang Pemilu 1971, pemerintah Orde Baru telah melakukan berbagai
cara dalam bentuk rekayasa politik, untuk mempertahankan dan memapankan status
quo dengan mengkooptasi kekuatan-kekuatan politik masyarakat antara lain
melalui bentuk perundang-undangan. Misalnya, melalui undang-undang yang
mengatur tentang pemilu, partai politik, dan MPR/DPR/DPRD.
Muncul
berbagai pernyataan sikap ketidakpercayaan dari kalangan masyarakat maupun
mahasiswa terhadap sembilan partai politik dan Golongan Karya sebagai pembawa
aspirasi rakyat. Sebagai bentuk protes akibat kekecewaan, mereka mendorang
munculnya Deklarasi Golongan Putih (Golput) pada tanggal 28 Mei 1971 yang dimotori oleh Arif Budiman, Adnan
Buyung Nasution, Asmara Nababan.
Dalam
tahun 1972, mahasiswa juga telah melancarkan berbagai protes terhadap
pemborosan anggaran negara yang digunakan untuk proyek-proyek eksklusif yang
dinilai tidak mendesak dalam pembangunan,misalnya terhadap proyek pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di saat Indonesia haus akan
bantuan luar negeri.
Protes
terus berlanjut. Tahun 1972, dengan isu harga beras naik, berikutnya tahun 1973
selalu diwarnai dengan isu korupsi sampai dengan meletusnya demonstrasi
memprotes PM Jepang Kakuei
Tanaka yang datang ke Indonesia dan peristiwa Malari pada 15 Januari 1974. Gerakan mahasiswa di Jakarta meneriakan
isu "ganyang korupsi" sebagai salah satu tuntutan "Tritura
Baru" disamping dua tuntutan lainnya Bubarkan Asisten Pribadi dan Turunkan
Harga; sebuah versi terakhir Tritura yang muncul setelah versi koran Mahasiswa
Indonesia di Bandung sebelumnya. Gerakan ini berbuntut dihapuskannya jabatan Asisten
Pribadi Presiden.
1977-1978
Setelah
peristiwa Malari, hingga tahun 1975 dan 1976, berita tentang aksi protes
mahasiswa nyaris sepi. Mahasiswa disibukkan dengan berbagai kegiatan kampus
disamping kuliah sebagain kegiatan rutin, dihiasi dengan aktivitas kerja
sosial, Kuliah Kerja Nyata (KKN), Dies Natalis, acara penerimaan mahasiswa
baru, dan wisuda sarjana. Meskipun disana-sini aksi protes kecil tetap ada.
Menjelang
dan terutama saat-saat antara sebelum dan setelah Pemilu 1977, barulah muncul
kembali pergolakan mahasiswa yang berskala masif. Berbagai masalah penyimpangan
politik diangkat sebagai isu, misalnya soal pemilu mulai dari pelaksanaan
kampanye, sampai penusukan tanda gambar, pola rekruitmen anggota legislatif,
pemilihan gubernur dan bupati di daerah-daerah, strategi dan hakekat
pembangunan, sampai dengan tema-tema kecil lainnya yang bersifat lokal. Gerakan
ini juga mengkritik strategi pembangunan dan kepemimpinan nasional.
Awalnya,
pemerintah berusaha untuk melakukan pendekatan terhadap mahasiswa, maka pada
tanggal 24 Juli 1977 dibentuklah Tim Dialog Pemerintah yang akan berkampanye di
berbagai perguruan tinggi. Namun demikian, upaya tim ini ditolak oleh
mahasiswa. Pada periode ini terjadinya pendudukan militer atas kampus-kampus
karena mahasiswa dianggap telah melakukan pembangkangan politik, penyebab lain
adalah karena gerakan mahasiswa 1978 lebih banyak berkonsentrasi dalam
melakukan aksi diwilayah kampus. Karena gerakan mahasiswa tidak terpancing
keluar kampus untuk menghindari peristiwa tahun 1974, maka akhirnya mereka
diserbu militer dengan cara yang brutal. Hal ini kemudian diikuti oleh
dihapuskannya Dewan Mahasiswa dan diterapkannya kebijakan NKK/BKK di seluruh
Indonesia.
Soeharto
terpilih untuk ketiga kalinya dan tuntutan mahasiswa pun tidak membuahkan
hasil. Meski demikian, perjuangan gerakan mahasiswa 1978 telah meletakkan
sebuah dasar sejarah, yakni tumbuhnya keberanian mahasiswa untuk menyatakan
sikap terbuka untuk menggugat bahkan menolak kepemimpinan nasional.
Gerakan bersifat nasional namun tertutup
dalam kampus, Oktober 1977
Gerakan
mahasiswa tahun 1977/1978 ini tidak hanya berporos di Jakarta dan Bandung saja
namun meluas secara nasional meliputi kampus-kampus di kota Surabaya, Medan, Bogor, Ujungpandang (sekarang Makassar), dan Palembang. [1] 28 Oktober 1977,
delapan ribu anak muda menyemut di depan kampus ITB. Mereka berikrar satu
suara, "Turunkan Suharto!". Besoknya, semua yang berteriak, raib
ditelan terali besi. Kampus segera berstatus darurat perang. Namun, sekejap
kembali tentram.[2]
Peringatan Hari Pahlawan 10 November 1977,
berkumpulnya mahasiswa kembali
10
November 1977, di Surabaya dipenuhi tiga ribu jiwa muda. Setelah peristiwa di ITB pada Oktober 1977, giliran Kampus ITS Baliwerti beraksi. Dengan semangat
pahlawan, berbagai pimpinan mahasiswa se-Jawa hadir memperingati hari Pahlawan
1977. Seribu mahasiswa berkumpul, kemudian berjalan kaki dari Baliwerti menuju
Tugu Pahlawan.
Sejak
pertemuan 28 Oktober di Bandung, ITS didaulat menjadi pusat konsentrasi gerakan
di front timur. Hari pahlawan dianggap cocok membangkitkan nurani yang hilang.
Kemudian disepakati pusat pertemuan nasional pimpinan mahasiswa di Surabaya.
Sementara
di kota-kota lain, peringatan hari Pahlawan juga semarak. Di Jakarta, 6000
mahasiswa berjalan kaki lima kilometer dari Rawamangun (kampus IKIP) menuju
Salemba (kampus UI), membentangkan spanduk,"Padamu Pahlawan Kami
Mengadu". Juga dengan pengawalan ketat tentara.
Acara
hari itu, berwarna sajak puisi serta hentak orasi. Suasana haru-biru, mulai
membuat gerah. Beberapa batalyon tempur sudah ditempatkan mengitari
kampus-kampus Surabaya. Sepanjang jalan ditutup, mahasiswa tak boleh merapat
pada rakyat. Aksi mereka dibungkam dengan cerdik.
Konsolidasi
berlangsung terus. Tuntutan agar Soeharto turun masih menggema jelas,
menggegerkan semua pihak. Banyak korban akhirnya jatuh. Termasuk media-media
nasional yang ikut mengabarkan, dibubarkan paksa.
Pimpinan
Dewan Mahasiswa (DM) ITS rutin berkontribusi pada tiap pernyataan sikap secara
nasional. Senat mahasiswa fakultas tak henti mendorong dinamisasi ini. Mereka
bergerak satu suara. Termasuk mendukung Ikrar Mahasiswa 1977. Isinya hanya tiga
poin namun berarti. "Kembali pada Pancasila dan UUD 45, meminta
pertanggungjawaban presiden, dan bersumpah setia bersama rakyat menegakan
kebenaran dan keadilan".[2]
Peringatan Tritura 10 Januari 1978,
dihentikannya gerakan oleh penguasa
Peringatan
12 tahun Tritura, 10 Januari 1978, peringatan 12 tahun Tritura itu jadi awal
sekaligus akhir. Penguasa menganggap mahasiswa sudah di luar toleransi.
Dimulailah penyebaran benih-benih teror dan pengekangan.
Sejak
awal 1978, 200 aktivis mahasiswa ditahan tanpa sebab. Bukan hanya dikurung,
sebagian mereka diintimidasi lewat interogasi. Banyak yang dipaksa mengaku
pemberontak negara.
Tentara
pun tidak sungkan lagi masuk kampus. Berikutnya, ITB kedatangan pria loreng
bersenjata. Rumah rektornya secara misterius ditembaki orang tak dikenal.
Di
UI, panser juga masuk kampus. Wajah mereka garang, lembaga pendidikan sudah
menjadi medan perang. Kemudian hari, dua rektor kampus besar itu secara
semena-mena dicopot dari jabatannya. Alasannya, terlalu melindungi anak
didiknya yang keras kepala.
Di
ITS, delapan fungsionaris DM masuk "daftar dicari" Detasemen Polisi
Militer. Sepulang aksi dari Jakarta, di depan kos mereka sudah ditunggui
sekompi tentara. Rektor ITS waktu itu, Prof Mahmud Zaki, ditekan langsung oleh
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk segera membubarkan aksi dan men-drop
out para pelakunya. Sikap rektor seragam, sebisa mungkin ia melindungi
anak-anaknya.
Beberapa
berhasil tertangkap, sisanya bergerilya dari satu rumah ke rumah lain. Dalam
proses tersebut, mahasiswa tetap "bergerak". Selama masih ada wajah
yang aman dari daftar, mereka tetap konsolidasi, sembunyi-sembunyi. Pergolakan
kampus masih panas, walau Para Rektor berusaha menutupi, intelejen masih bisa
membaca jelas.[2]
Era NKK/BKK
Setelah
gerakan mahasiswa 1978, praktis tidak ada gerakan besar yang dilakukan
mahasiswa selama beberapa tahun akibat diberlakukannya konsep Normalisasi
Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) oleh pemerintah
secara paksa.
Kebijakan
NKK dilaksanakan berdasarkan SK No.0156/U/1978 sesaat setelah Dooed Yusuf dilantik tahun 1979. Konsep ini mencoba mengarahkan mahasiswa
hanya menuju pada jalur kegiatan akademik, dan menjauhkan dari aktivitas
politik karena dinilai secara nyata dapat membahayakan posisi rezim. Menyusul
pemberlakuan konsep NKK, pemerintah dalam hal ini Pangkopkamtib Soedomo melakukan pembekuan
atas lembaga Dewan Mahasiswa, sebagai gantinya pemerintah membentuk struktur
keorganisasian baru yang disebut BKK. Berdasarkan SK menteri P&K
No.037/U/1979 kebijakan ini membahas tentang Bentuk Susunan Lembaga Organisasi
Kemahasiswaan di Lingkungan Perguruan Tinggi, dan dimantapkan dengan penjelasan
teknis melalui Instruksi Dirjen Pendidikan Tinggi tahun 1978 tentang
pokok-pokok pelaksanaan penataan kembali lembaga kemahasiswaan di Perguruan
Tinggi.
Kebijakan
BKK itu secara implisif sebenarnya melarang dihidupkannya kembali Dewan
Mahasiswa, dan hanya mengijinkan pembentukan organisasi mahasiswa tingkat
fakultas (Senat Mahasiswa Fakultas-SMF) dan Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas
(BPMF). Namun hal yang terpenting dari SK ini terutama pemberian wewenang
kekuasaan kepada rektor dan pembantu rektor untuk menentukan kegiatan
mahasiswa, yang menurutnya sebagai wujud tanggung jawab pembentukan,
pengarahan, dan pengembangan lembaga kemahasiswaan.
Dengan
konsep NKK/BKK ini, maka peranan yang dimainkan organisasi intra dan ekstra
kampus dalam melakukan kerjasama dan transaksi komunikasi politik menjadi
lumpuh. Ditambah dengan munculnya UU No.8/1985 tentang Organisasi
Kemasyarakatan maka politik praktis semakin tidak diminati oleh mahasiswa,
karena sebagian Ormas bahkan menjadi alat pemerintah atau golongan politik
tertentu. Kondisi ini menimbulkan generasi kampus yang apatis, sementara posisi
rezim semakin kuat.
Sebagai
alternatif terhadap suasana birokratis dan apolitis wadah intra kampus, di
awal-awal tahun 80-an muncul kelompok-kelompok studi yang dianggap mungkin
tidak tersentuh kekuasaan refresif penguasa. Dalam perkembangannya eksistensi
kelompok ini mulai digeser oleh kehadiran wadah-wadah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tumbuh subur pula
sebagai alternatif gerakan mahasiswa. Jalur perjuangan lain ditempuh oleh para
aktivis mahasiswa dengan memakai kendaraan lain untuk menghindari sikap
represif pemerintah, yaitu dengan meleburkan diri dan aktif di Organisasi kemahasiswaan ekstra kampus
seperti HMI (himpunan mahasiswa
islam), PMII (Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia), GMNI (Gerakan Mahasiswa
Nasional Indonesia), PMKRI (Perhimpunan
Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia)
atau yang lebih dikenal dengan kelompok Cipayung. Mereka juga membentuk
kelompok-kelompok diskusi dan pers mahasiswa.
Beberapa
kasus lokal yang disuarakan LSM dan komite aksi mahasiswa antara lain: kasus
tanah waduk Kedung Ombo, Kacapiring, korupsi di
Bapindo, penghapusan perjudian melalui Porkas/TSSB/SDSB.
1990
Memasuki
awal tahun 1990-an, di bawah Mendikbud Fuad Hasan kebijakan NKK/BKK dicabut dan
sebagai gantinya keluar Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan (PUOK). Melalui
PUOK ini ditetapkan bahwa organisasi kemahasiswaan intra kampus yang diakui
adalah Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT), yang didalamnya terdiri dari
Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Dikalangan
mahasiswa secara kelembagaan dan personal terjadi pro kontra, menamggapi SK
tersebut. Oleh mereka yang menerima, diakui konsep ini memiliki sejumlah
kelemahan namun dipercaya dapat menjadi basis konsolidasi kekuatan gerakan
mahasiswa. Argumen mahasiswa yang menolak mengatakan, bahwa konsep SMPT tidak
lain hanya semacam hiden agenda untuk menarik mahasiswa ke kampus dan memotong
kemungkinan aliansi mahasiswa dengan kekuatan di luar kampus.
Dalam
perkembangan kemudian, banyak timbul kekecewaan di berbagai perguruan tinggi
karena kegagalan konsep ini. Mahasiswa menuntut organisasi kampus yang mandiri,
bebas dari pengaruh korporatisasi negara termasuk birokrasi kampus. Sehingga,
tidaklah mengherankan bila akhirnya berdiri Dewan Mahasiswa di UGM tahun 1994
yang kemudian diikuti oleh berbagai perguruan tinggi di tanah air sebagai
landasan bagi pendirian model organisasi kemahasiswaan alternatif yang
independen.
Dengan
dihidupkannya model-model kelembagaan yang lebih independen, meski tidak persis
serupa dengan Dewan Mahasiswa yang pernah berjaya sebelumnya upaya perjuangan
mahasiswa untuk membangun kemandirian melalui SMPT, menjadi awal kebangkitan
kembali mahasiswa ditahun 1990-an.
Gerakan
yang menuntut kebebasan berpendapat dalam bentuk kebebasan akademik dan
kebebasan mimbar akademik di dalam kampus pada 1987 - 1990 sehingga akhirnya demonstrasi bisa
dilakukan mahasiswa di dalam kampus perguruan tinggi. Saat itu demonstrasi di
luar kampus termasuk menyampaikan aspirasi dengan longmarch ke DPR/DPRD
tetap terlarang.
1998
Gerakan
1998 menuntut reformasi dan dihapuskannya
"KKN" (korupsi, kolusi dan nepotisme) pada 1997-1998,
lewat pendudukan
gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa, akhirnya memaksa Presiden Soeharto melepaskan
jabatannya. Berbagai tindakan represif yang menewaskan aktivis mahasiswa
dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan ini di antaranya: Peristiwa
Cimanggis, Peristiwa
Gejayan, Tragedi
Trisakti, Tragedi
Semanggi I dan II , Tragedi Lampung. Gerakan
ini terus berlanjut hingga pemilu 1999.
KRI banjarmasin-592 ikuti parade kapal perang
Jumat, 08 Juli 2011 | by tirtayasa. G
Dua kapal perang Indonesia (KRI) tiba di Brunei Darussalam
untuk mengikuti parade kapal perang 50 tahun Angkatan Bersenjata negara itu.
Kedua kapal perang itu adalah KRI Banjarmasin - 592 dan KRI Lemadang - 806. Keduanya lego jangkar di Brunei pada Selasa.
Komandan KRI Banjarmasin Letkol Laut (P) Eko Jokowiyono, selaku Komandan Satuan Tugas (Satgas) di perairan Brunei Darussalam, mengatakan selain mengikuti parade kapal perang kedua KRI itu akan mengikuti pula pameran pertahanan internasional Brunei (BRIDEX) 2011.
Ia menuturkan, kedua KRI itu selama ini berada di bawah Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar) dan merupakan produksi dalam negeri.
KRI Banjarmasin- 592 dengan Komandan Letkol Laut (P) Eko Jokowiyono merupakan kapal jenis Landing Platform Dock (LPD), sedangkan KRI Lemadang-806 dengan Komandan Letkol laut (P) Sumartono merupakan jenis FPB 57 Type Fast Patrol Boat, kata Eko.
Ia menambahkan, selain KRI Banjarmasin-592 dan KRI Lemadang - 806 juga disertakan satu Helikopter jenis Bolkow.
Menurut dia, kegiatan BRIDEX dan BFR akan dilaksanakan mulai 6 hingga 9 Juli 2011.
Pada BRIDEX 2011 ini TNI Angkatan Laut menampilkan berbagai jenis senjata, dan material pertahanan produk industri pertahanan dalam negeri. Sementara Kementerian Pertahanan RI menampilkan produk industri pertahanan Non Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista).
Selain Parade Kapal Perang atau Brunei Darussalam Fleet Review (BFR) kedua kapal perang itu juga akan melaksanakan "Open Ship" (membuka kunjungan bagi masyarakat ke kapal), kirab kota dan kunjungan kehormatan ke sejumlah pejabat setempat.
Kedua kapal perang itu adalah KRI Banjarmasin - 592 dan KRI Lemadang - 806. Keduanya lego jangkar di Brunei pada Selasa.
Komandan KRI Banjarmasin Letkol Laut (P) Eko Jokowiyono, selaku Komandan Satuan Tugas (Satgas) di perairan Brunei Darussalam, mengatakan selain mengikuti parade kapal perang kedua KRI itu akan mengikuti pula pameran pertahanan internasional Brunei (BRIDEX) 2011.
Ia menuturkan, kedua KRI itu selama ini berada di bawah Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar) dan merupakan produksi dalam negeri.
KRI Banjarmasin- 592 dengan Komandan Letkol Laut (P) Eko Jokowiyono merupakan kapal jenis Landing Platform Dock (LPD), sedangkan KRI Lemadang-806 dengan Komandan Letkol laut (P) Sumartono merupakan jenis FPB 57 Type Fast Patrol Boat, kata Eko.
Ia menambahkan, selain KRI Banjarmasin-592 dan KRI Lemadang - 806 juga disertakan satu Helikopter jenis Bolkow.
Menurut dia, kegiatan BRIDEX dan BFR akan dilaksanakan mulai 6 hingga 9 Juli 2011.
Pada BRIDEX 2011 ini TNI Angkatan Laut menampilkan berbagai jenis senjata, dan material pertahanan produk industri pertahanan dalam negeri. Sementara Kementerian Pertahanan RI menampilkan produk industri pertahanan Non Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista).
Selain Parade Kapal Perang atau Brunei Darussalam Fleet Review (BFR) kedua kapal perang itu juga akan melaksanakan "Open Ship" (membuka kunjungan bagi masyarakat ke kapal), kirab kota dan kunjungan kehormatan ke sejumlah pejabat setempat.
Kedatangan KRI Banjarmasin-592
ke Brunei Darussalam juga membawa Delegasi Indonesia dan berbagai Alutsista
produksi dalam negeri diantaranya dua buah Panser Anoa 6x6 dan lapangan tembak
bergerak buatan PT.Pindad. Sementara itu, Delegasi Indonesia terdiri dari
beberapa staff dari Kementerian Pertahanan Republik Indonesia dan perusahaan
industri pertahanan dalam negeri yang tergabung dalam BUMNIP antara lain PT.
DI, PT. Pindad, PT.PAL, PT. LEN dan PT. Dahana.
Setibanya KRI Banjarmasin-592 di
Brunei Darussalam, Komandan KRI Banjarmasin Letkol Eko Joko Wiyono dan Delegasi
Indonesia disambut oleh Athan Indonesia di Brunei Dasrussalam Kolonel Sunaryo
dan pejabat Tentara Angkatan Laut Brunei Darussalam.
Dalam kegiatan pameran BRIDEX
nantinya, KRI Banjarmasin akan mengikuti kegiatan Brunei Darussalam
Fleet Review (BFR) 2011 yaitu
kegiatan parade kapal perang dari negara peserta.
Selain KRI Banjarmasin, dalam parade nantinya turut pula KRI Lemadang-632 yang
telah tiba sebelumnya.
Keikutsertaan Indonesia
melalui Kementerian Pertahanan RI dalam pameran BRIDEX 2001 kali ini sebagai
upaya untuk mempromosikan produk – produk Alutsista dan Non Alutsista buatan
industri pertahanan dalam negeri berskala internasional pada umumnya dan
regional pada khususnya.
BRIDEX 2011 adalah pameran
industri pertahanan berskala internasional yang diselenggarakan oleh
Kementerian Pertahanan Brunei Darussalam dan akan berlangsung tanggal 6 sampai
dengan 9 Juli 2011. Kegiatan ini merupakan rangkaian dalam rangka memperingati
ulang tahun emas Angkatan Bersenjata Brunei.
Adapun kegiatan yang dilaksanakan pada BRIDEX
2011 meliputi parade kapal perang, kirab kota dan kunjungan ke lokasi BRIDEX.
Langganan:
Postingan (Atom)